Minggu, 13 September 2015

Kasta, Kasta? Kasta! Kasta.

Kasta... Sebenarnya topik ini cukup vital dibicarakan cuman mari kita bicarakan dari sudut pandang yang lebih luas dan dengan pikiran yang lebih terbuka. Banyak perempuan Bali khususnya pasti pernah merasakan situasi ini terutama bagi yang menyandang kasta brahmana atau ksatria. Beberapa orang menganggapnya sebagai beban namun beberapa lagi pasrah dengan keadaan dan mengikuti keinginan keluarga besar untuk mencari pasangan yang se-kasta. Bali ini unik. Kalian para wanita berkasta brahmana atau ksatria pasti familiar dengan "cari pacar yang sekasta. Jangan cari orang jabe biar gak nyerod!". Kebanyakan dari keluarga besar mereka terutama orang tua mereka menganggap jika anak perempuannya menikah dengan kasta yang lebih rendah, suatu saat anak perempuannya tidak akan bisa memanggil ibunya sendiri dengan panggilan "ibu" tetapi "gung biang". Kesannya anak perempuan itu "dibuang" begitu menurut saya. Coba kita perdalami apa maksud kasta disini. Beberapa artikel yang saya baca pernah membahas soal kasta dan bagiku cukup masuk akal. Kasta, dalam ajaran agama hindu dari yang saya baca sebenarnya tidak ada istilah "kasta" tetapi yang ada adalah "warna". Jadi catur warna itu adalah empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan bakat dan ketrampilan seseorang http://inputbali.com/sejarah-bali/sejarah-adanya-kasta-di-bali.

Sama hal-nya jika misalkan seseorang bekerja di pemerintahan maka ia merupakan ksatria, jika ia mengabdi dengan menjadi pemangku maka ia bergelar brahmana. Namun, di era sekarang ini pengertian catur warna sesungguhnya telah bergeser menjadi gelar keturunan. Apabila ayahnya memiliki kasta Agung, maka anaknya otomatis menyandang gelar Agung. Ada juga artikel yang menyebutkan bahwa sistem kasta yang sekarang ini berkembang di masyarakat adalah cara penjajah Belanda memecah belah Bali di jaman dahulu.

Aku memiliki beberapa teman yang dilema dengan istilah kasta ini. Mereka dituntut untuk mencari pria yang memiliki kasta sama oleh orang tuanya dan keluarga besarnya. Entah mengapa harus seperti itu. Coba kita lihat kenyataan yang terjadi di masyarakat di sekitar kita. Pria berkasta lebih banyak menikah dengan wanita biasa. Disana kita sudah bisa membayangkan bagaimana susahnya menjadi wanita bali yang "Berkasta". Kami seperti sudah kehabisan stok pria berkasta setara untuk memenuhi tuntutan keluarga besar kami yang beberapa kami sebut "kolot". Mengapa mereka tidak membuka pikiran mereka lebih luas? Mengapa mereka mengikuti tradisi yang tidak jelas asal usulnya? Mereka bilang jika dalam suatu keluarga "berkasta" hanya memiliki anak perempuan maka anak itu harus menikahi pria dengan kasta sama agar keturunannya tidak terputus. Mengapa harus demikian? bukankah jika anak wanita itu menikah dengan pria manapun dan akhirnya memiliki anak, anak itulah merupakan keturunan? mengapa mereka terasa sangat ribet dengan urusan itu. Beberapa orang menjadikan "mebanjar" sebagai alasan. Pertanyaannya sekali lagi adalah MENGAPA?. Jika memang hanya memiliki anak perempuan dan anak perempuan itu menikah dengan pria biasa dan apabila orang tua ingin ada yang "negen" banjar, mengapa tidak suruh saja anak perempuannya beserta suami dan cucunya untuk menempati rumah bajangnya sekaligus mengurus orang tuanya dan mebanjar disana?

Masalah kasta ini terlalu kompleks. Mungkin beberapa orang tidak bisa menerima statementku itu, namun mengapa harus dibuat ribet. Mengapa mereka seakan-akan terlena dengan kasta dan melupakan bibit bebet bobot suami untuk anak-anak perempuannya. Pria biasa tidak selamanya buruk. Malahan sekarang ini pria biasa banyak yang lebih berkualitas daripada pria berkasta. Orang tuaku juga dulu sama menuntutku untuk mencari yang setara seperti yang kalian alami. Namun aku sungguh bersyukur orang tuaku mulai memiliki pemikiran yang terbuka untuk masalah kasta. Kini mereka tidak lagi menuntutku untuk mencari pria dengan kasta setara. Ketika itu ajik pernah bilang "Terserah kamu nantinya dengan siapa. Semua kamu yang membawa. Surga pun kamu yang akan membawa. Karena dimana kamu bahagia, disanalah kamu akan menemukan surga". Aku sangat bahagia dengan statement itu. Beberapa dari kalian mungkin masih bergulat dengan segala ocehan pertentangan. Namun, percayalah, semua kebahagiaan kalian yang akan membawa. Siapapun pria yang akan menjadi pendamping kalian nanti, entah berkasta atau biasa, jalani... tidak ada yang salah. Semua adalah pilihanmu. Ketika kamu bahagia dengan pria pilihanmu, mengapa kamu harus mendengarkan orang lain lagi? Dekatilah orang tuamu secara bertahap, berikan mereka penjelasan yang masuk akal dan tunjukkan bahwa pria "biasa" mu adalah pria berkualitas yang tidak kalah jika dibandingkan dengan pria berkasta diluar sana... hehe...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar